Meskipun ibu ini mengidap AIDS, tetapi anaknya tetap memiliki harapan untuk masa depan...
Suara isak tangis yang lemah pertama yang dia dengar,menandakan anaknya telah hadir di dunia ini
Dengan sekuat tenanga, dia membuka matanya melihat anakanya.
Matanya pun perlahan - lahan tertutup dan tertidur.
Aku membantunya membuka ikatannya yang membantunya melahirkan tadi,
Baru aku sadar, siku dan lututnya berdarah akibat gesekan dengan sisi ranjang
Tanganku, juga sepertinya terkoyak,
akibat dari membantunya tadi.
Sakitnya tak tertahankan..
Tapi tak kusangka, ibu ini ternyata...
Ibu ternyata adalah ibu pengidap AIDS.
Itu pertama kali dan juga terakhir kalinya dia melihat anaknya.
Kulit atas dan bawah matanya yang telah bertemu, selamanya tak terbuka lagi.
Tidak lebih dari 24 jam, operasi pun gagal menyelamatkannya.
Antibodinya telah kalah... Selamanya dia pergi meninggalkan dunia ini.
Untung saja anak yang dilahirkannya normal, tanpa HIV.
Dia berjuang keras memberikan anaknya masa depan yang cerah.
Saat pemberesan, aku menemukan di bawah bantalnya,
surat untuk anaknya tercinta.
Surat itu tergambar matahari yang besar, dan di bawah matahari ada 1 tangan yang kecil.
Dia menulis :
"Untuk anakku tercinta, hidup ini seperti matahari. Hari ini dia akan terbenam, tapi esoknya dia akan muncul kembali. Tetapi setiap hari matahari ini akan berbeda."
Aku tak kuasa menahan air mataku.
Hidup begitu singkat dan lemah tapi kita harus menjadi kuat?
Ibu mana yang dapat melupakan bayinya?
Tapi mengapa takdir ini berbeda untuk ibu yang mengidap HIV-AIDS?
Mengapa kita diskrimnasi orang seperti ini?
Aku akhirnya mengerti, dia hanyalah ibu yang biasa...
Dia memberanikan mempertaruhkan nyawanya, hanya demi kehidupan yang lebih baik.
Begitu anaknya keluar rumah sakit,
Dia diserahkan ke ayahnya, dan tanpa henti anaknya terus menangis...
Mungkin dia tahu kalau ibunya telah pergi untuk selamanya...
Tapi ketika aku memperlihatkan surat matahari kecil itu,
dia berhenti menangis...
Dia genggam erat surat itu dengan kedua tangannya yang mungil itu,
sembari tersenyum sembari memainkannya.
Dia memegang matahari itu, selamanya...
Merasakan kasih ibu yang begitu besar, aku terharu....
Dia berjuang keras memberikan anaknya masa depan yang cerah.
Saat pemberesan, aku menemukan di bawah bantalnya,
surat untuk anaknya tercinta.
Surat itu tergambar matahari yang besar, dan di bawah matahari ada 1 tangan yang kecil.
Dia menulis :
"Untuk anakku tercinta, hidup ini seperti matahari. Hari ini dia akan terbenam, tapi esoknya dia akan muncul kembali. Tetapi setiap hari matahari ini akan berbeda."
Aku tak kuasa menahan air mataku.
Hidup begitu singkat dan lemah tapi kita harus menjadi kuat?
Ibu mana yang dapat melupakan bayinya?
Tapi mengapa takdir ini berbeda untuk ibu yang mengidap HIV-AIDS?
Mengapa kita diskrimnasi orang seperti ini?
Aku akhirnya mengerti, dia hanyalah ibu yang biasa...
Dia memberanikan mempertaruhkan nyawanya, hanya demi kehidupan yang lebih baik.
Begitu anaknya keluar rumah sakit,
Dia diserahkan ke ayahnya, dan tanpa henti anaknya terus menangis...
Mungkin dia tahu kalau ibunya telah pergi untuk selamanya...
Tapi ketika aku memperlihatkan surat matahari kecil itu,
dia berhenti menangis...
Dia genggam erat surat itu dengan kedua tangannya yang mungil itu,
sembari tersenyum sembari memainkannya.
Dia memegang matahari itu, selamanya...
Merasakan kasih ibu yang begitu besar, aku terharu....
0 komentar:
Posting Komentar