Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban tewas akibat bencana di 16 kabupaten serta kota di Jawa Tengah sampai berita ini ditunrunkan, Minggu (19/6) menjadi 35 orang.
Regu penolong mengatakan bahwa bahwa puluhan mayat bergelimpangan di balik reruntuhan longsoran. Warga yang selamat umumnya histeris melihat deretan mayat yang sudah ditemukan.
Salah seorang korban, Kasum (50) warga Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah bersyukur bisa selamat, meski dirinya sudah digulung air bercampur tanah longsoran, Sabtu (18/6) sore.
Menurut cerita Kasum, saat tubuhnya terkubur satu tangannya masih bisa menyembul ke atas permukaan tanah sementara celah batu bisa membuat dia bertahan karena masih bisa bernapas. "Saya lambai-lambaikan tangan dengan harapan ada orang yang melihat," katanya.
Beberapa temanya sempat melihat lambaian tangan Kasum sehingga bisa diselematkan. Saat dievakuasi Kasum hanya mengalami luka ringan di tangan dan kaki. Sambil meminum air mineral pemberian regu penolong, Kasum menceritakan kronologis kejadiannya. "Saat itu saya lagi ambil batu di lereng bukit. Tiba-tiba saya lihat ada tanah dari atas terbang kemudian menimpa saya. Saya terbawa arus lalu tertimbun," katanya.
Sementara beberapa rekannya tak bisa diselamatkan antara lain Ahmad Hidayatulloh alias Wato (40), Sudarno Dasimin (45) dan Ahmad bahrudin (40).
Keluarga khawatir
Misbach, istri dan anaknya yang tinggal di Kebon Jeruk Jakarta mengaku khawatir karena ibu, ayah dan mertuanya tinggal di daerah yang menjadi salah satu lokasi bencana yakni Desa Domorati, Purworejo, Jawa Tengah. "Saya sudah berkali-kali telepon bapak saya, mertua saya tetapi hapenya ngak aktif. Menurut Misbach, ketika dia melihat tayangan media televisi bahwa daerahnya terkena bencana, seisi rumah panik. Semua saudara yang ada di desa juga sulit dihubungi. "Saya rencananya mau mudik minggu depan, tetapi kalau seperti ini saya dan keluarga memilih mempercepat pulang kampung," kata pedagang nasi bebek di Kebon Jeruk ini.
Tak jauh berbeda dengan Misbach, Yayuk, pedagang buah-buahan di Kampung Rambutan juga mengaku khawatir lantaran keluarganya di Kecamatan Rowokale, Kebumen juga sulit dihubungi. "Dari siang tadi saya hubungi handphone bapak saya, kakak saya semua non aktif," katanya. Yayuk berharap keluarga baik-baik saja. Ketika dihubungi Warta Kota, Yayuk mengaku sedang menutup dagangannya karena mau konsentrasi menghubungi keluarga di kampung halaman.
25 orang hilang
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulis seperti dikutip Antara di Jakarta, pada Minggu (19/6), mengatakan jumlah korban akibat banjir dan longsor di Jawa Tengah bertambah menjadi 35 orang tewas hingga Minggu pukul 17.30 WIB. Ia mengemukakan dari 35 korban tersebut, sebanyak 31 orang tewas akibat longsor dan empat korban tewas akibat hanyut luapan air banjir. Tim evakuasi bekerja keras mengumpuklkan jenazah dari timbunan longsor.
Sementara itu, 25 orang masih dinyatakan hilang, 14 orang luka-luka, ratusan rumah rusak, yang mana kerugian ekonomi diperkirakan mencapai miliaran rupiah, katanya.
Kabupaten Purworejo menjadi daerah yang paling parah terdampak longsor, terparah di lima lokasi, yakni di Desa Karangrejo, Kecamatan Loano, Desa Pacekelan, Kecamatan Purworejo, Desa Jelog, Kecamatan Kaligesing, Desa Sidomulyo, Kecamatan Purworejo, dan Desa Donorati, Kecamatan Purworejo. Selain itu, Kabupaten Purworejo juga menjadi wilayah bencana yang paling banyak memakan korban, yakni 19 orang tewas, 25 orang hilang, dan 11 orang luka-luka.
Sementara itu, sebanyak enam orang dinyatakan tewas dan tiga luka-luka di Banjarnegara, tujuh tewas di Kebumen, satu tewas di Sukoharjo, satu tewas di Rembang dan satu tewas di Banyumas.
Menurut Sutopo, pencarian korban hilang masih terus dilakukan tim Search And Rescue (SAR) gabungan, yang dilakukan dengan manual serta mengerahkan lima alat berat untuk mencari korban di Kabupaten Purworejo. (tribunjateng/har/san)
0 komentar:
Posting Komentar